Saturday, December 13, 2014

Perkembangan Pertambangan di Indonesia

Perkembangan industri pertambangan yang dahulu dan sampai sekarang menjadi primadona di beberapa daerah di Indonesia merupakan salah satu pilar pembangunan ekonomi nasional. Kegiatan pertambangan di mulai dengan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang terkadang dilakukan sampai puluhan tahun, hal tersebut menyebabkan indutri pertambangan adalah industri yang padat modal dan berbeda dengan industri – industri lainnya.
Industri pertambangan mengalami tantangan dengan adanya aturan – aturan baru, seperti UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mewajibkan pemegang IUP melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri (Pasal 103 ayat 1), kewajiban ini dilakukan paling lambat 5 tahun sejak undang-undang ini diterbitkan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, akan tetapi amanat UU tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya, hal tersebut membuat pemerintah menerbitkan Permen Nomor 7 Tahun 2012 tentang peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral, selain sebagai amanat UU Nomor 4 Tahun 2009 juga bertujuan untuk menjamin ketersediaan bahan baku untuk pemurnian dan pengolahan bahan tambang serta mencegah adanya eksploitasi secara berlebihan.
Permen Nomor 7 Tahun 2012 menjadi perbincangan hangat di kalangan pelaku industri pertambangan, diantaranya mengenai larangan ekspor hasil tambang mentah (raw material atau ore) ke luar negeri mulai bulan Mei 2012, khususnya bagi Ijin Usaha pertambangan (IUP) dan Ijin Pertambangan Rakyat (IPR) yang sedang dalam tahap eksplorasi atau baru akan melakukan produksi, sedangkan bagi IUP Operasi Produksi dan Kontrak Karya (KK) yang sudah berjalan sebelum terbitnya peraturan ini diberi tenggang waktu selama lima tahun sejak disahkannya UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pemberlakuan Permen Nomor 7 Tahun 2012 menyebabkan banyaknya perusahaan tambang yang berhenti dan akan berhenti beroperasi (terutama perusahaan kecil – menengah) serta menimbulkan keraguan bagi para investor dan calon investor yang mencoba melakukan eksplorasi untuk mencari lahan tambang baru, hal tersebut menyebabkan terjadinya PHK di beberapa perusahaan pertambangan dan  berkurangnya ekspor bahan tambang Indonesia ke negara – negara importir.
Perkembangan ekonomi Indonesia saat ini sedang dalam kondisi setengah normal, hal tersebut menyebabkan pemerintah melakukan berbagai kebijakan untuk mengatasinya, diantaranya adalah melakukan revisi sementara terhadap Permen Minerba Nomor 7 Tahun 2012, perusahaan – perusahan tambang kembali dibebaskan untuk melakukan ekspor tanpa ada pembatasan, Menteri ESDM Jero Wacik menyatakan situasi yang dialami Indonesia adalah hal yang tidak normal, “ini karena nggak normal, kita musti selamatkan diri. Negara ini harus diselamatkan dulu, nanti kalau sudah normal kita kembali lagi.” Ungkap Jero saat ditemui di kantor Kementrian Keuangan, Jakarta, Jumat (23/8/2013), Jero Wacik mengakui hal tersebut mengganggu agenda hilirisasi yang selalu digemborkan selama ini, Jero menilai hal tersebut layak dilakukan untuk menyelamatkan negara. “Iya. Kembali lagi daripada kita nggak selamat” sebutnya. Dalam situasi yang kondisional seperti saat ini, revisi terhadap Permen Minerba Nomor 7 Tahun 2012 memang harus dilakukan dan tentu saja seharusnya hanya bersifat sementara, untuk meningkatkan ekspor dengan tujuan memperbaiki neraca transaksi berjalan guna menyelamatkan perekonomian Indonesia.
Revisi sementara terhadap Permen Minerba Nomor 7 Tahun 2012 yang dilakukan pemerintah harus di imbangi dengan pengawasan yang ketat, terutama mengenai kegiatan eksploitasi secara berlebihan, yang selama ini tentu saja tidak maksimal dilakukan dan cenderung menjadi permainan antara perusahaan aparat pemerintah terkait, dalam hal ini Jero Wacik menyatakan akan melakukan pengawasan agar perusahan tidak melakukan eksploitasi secara berlebihan dan penerapan bea keluar sebesar 20%. “Ya nggak dikeruk habis-habisan tentu kan ada aturannya. Tapi maksudnya ini kan relaksasi agar kita bisa selamat ekonomi kita. Tentu ada yang dikorbankan sedikit dalam situasi emergency begini” jelasnya, Jero Wacik juga menyatakan revisi Permen Minerba Nomor 7 Tahun 2012 hanya berlaku sementara, jika perekonomian sudah membaik, maka rencana akan kembali ke awal, “ Sampai kita normal nanti, kalau dunia sudah normal, ekspor kita sudah normal, ya pelan – pelan kita kembali lagi, siapa yang nyangka kayak begini?” pungkasnya.
Industri pertambangan seringkali dituding sebagai industri kotor yang merusak lingkungan dan selama ini di cap sebagai industri penjual tanah air, tudingan yang dituduhkan tersebut tentu saja tidak 100% salah, karena dewasa ini industri pertambangan di kuasai oleh para garong yang mengeruk isi perut bumi Ibu pertiwi, yaitu orang – orang yang hanya mencari keuntungan yang sebesar – besarnya tanpa terlalu memikirkan dampak negatif dari kegiatan penambangan, akan tetapi tidak dapat dikesampingkan pula bahwa selain memberikan dampak negatif, industri pertambangan juga memberikan dampak positif atas keberadaanya, diantaranyaadalah menciptakan lapangan pekerjaan bagi para tenaga ahli pertambangan dan tentu saja bagi masyarakat setempat serta menjadi pemasukan bagi pemerintah daerah dan pemerintah pusat, dalam UU No.25/1999, pembagiannya tidak jauh berbeda, tetapi royalty dan land-rent dipisahkan, selain itu, ada perbedaan pendapatan antara propinsi dan kabupaten atau kota, untuk iuran tetap, pembagiannya 20% untuk pusat, 16% untuk kabupaten/kota propinsi dan 64% untuk kota penghasil. Sementara untuk royalty, pembagiannya 20% untuk pusat, 16% untuk kabupaten/kota propinsi, 32% untuk kabupaten/kota penghasil, dan kabupaten/kota lain dalam propinsi.
Sesungguhnya Permen dibuat dan diberlakukan memiliki tujuan yang sangat baik, yaitu untuk meningkatkan pendapatan pemerintah dari sektor pertambangan (saat ini diketahui sektor pertambangan hanya menyumbang 4% dari total PNBP), akan tetapi pemerintah dalam membuat dan memberlakukan peraturan – peraturan cenderung menggunakan kacamata kuda tanpa mempertimbangkan dampak negatif dari pelaksanaan peraturan – peraturan tersebut dan juga umum diketahui oleh para pelaku di industri pertambangan bahwa pelaksanaan peraturan – peraturan tersebut cenderung pilih kasih dan bersikap tebang pilih serta beraroma politis, dikarenakan para pemilik, investor atau petinggi perusahaan tambang besar adalah para pengusaha kakap (lokal dan internasional), para politisi/petinggi partai, para birokrat berpengaruh, para aparat berbintang, yang mana mereka semua memiliki kekuatan untuk mempengaruhi atau memanipulasi setiap kebijakan pemerintah.
Saat ini situasi perekonomian sedang mengalami situasi yang tidak normal, pemerintah melakukan berbagai kebijakan untuk menstabilkan dan menyelamatkan perekonomian Indonesia, tentu saja segala kebijakan tersebut harus kita dukung dan laksanakan, peran serta media dan masyarakat sebagai pengawas sangat penting agar kebijakan – kebijakan tersebut dapat terlaksana sebagaimana mestinya. Salah satu upaya pemerintah yang merevisi Permen Minerba Nomor 7 Tahun 2012, menunjukkan sedikit banyak industri pertambangan berperan serta dalam upaya menyelamatkan perekonomian negara, dalam hal ini para pelaku usaha dan pekerja di sektor usaha pertambangan yang selama ini di anggap tidak nasionalis karena turut andil dalam menjual tanah air dapat sedikit berbangga diri dan menyatakan bahwa industri pertambangan menyelamatkan Indonesia.



1 comment:

  1. Why gambling is so profitable - Dr. Martin's Forum
    In other words, 군포 출장안마 gambling is an activity that is possible in other ways. It's a 제주 출장샵 form of gambling and you're in the process of gambling 정읍 출장샵 for the purpose of 12 posts  ·  I 거제 출장안마 think it's a form 화성 출장샵 of gambling, as I am sure, but at least that's what it

    ReplyDelete